Tuesday, September 13, 2005

TUGINAH

Di negeriku tercinta entah kenapa nama-nama seperti inem, inah diidentik dengan nama-nama masyarakat kelas sosial bawah: kalau tidak PRT (pembantu rumah tangga) atau penjual jamu gendongan, tukang sapu dll, pokonya masyarakat kelas sosial bawah. Juga nama-nama lelaki seperti Paijo..Paidul..Bejo..kalau tidak tukang becak ya tukang sapu dll..Sepertinya sudah menjadi perjanjian tidak tertulis dalam masyarakat, kalau pemakaian nama orangpun musti disesuaikan dengan kelas sosialnya. Ibaratnya seorang tukang becak tdk 'berhak' punya nama Roy, atau Joni bahkan Rudi dan sebaliknya seoarang bintang film atau presiden direktur perusahaan tdk 'berhak' punya nama Tukijo, Paidul dll. Mungkin seorang PRT yang karena 'nasib mujur' disunting oleh seorang menteri, atau tiba-tiba menjadi bintang film top, maka namanya yang kalau orang Jawa bilang'nama yang sudah di-jenang abang-i mau tidak mau 'harus' diubah dari katakanlah Inem mungkin menjadi Inne atau Inneke dll... konon biar kelihatan lebih menunjukkan 'kelas'nya. Padahal apalah artinya sebuah nama, kata Shakespeare, what's in a name? That which we call a rose by any other name would smell as sweet , ibaratnya kalau Mawar ya tetap Mawar sekalipun itu dikubangan-tempat kumuh. Sekalipun namanya Inem mau jadi masyarakat kelas bawah atau kelas ataspun ya tetap Inem yang tanpa dosa waktu lahir ceprot didunia..yang tetap akan membawa, membentuk karakter, nasib, jalan hidup dll -nya sendiri..yang akan selalu diingat akan kebaikan sifat-sifatnya.

Namun dunia memang selalu tidak mau tetap diam, alias selalu berubah, bukanlah kesalahanmu jika dunia tak berubah, seandainya itu kesalahanmupun, janganlah percaya kalau kamu tidak dapat mengubahnya, begitulah kira2 seperti syairlah lagu Farin Urlaub penyanyi kondang asal negerinya mobil BMW-Jerman,
Es ist nicht deine Schuld, dass die Welt ist, wie sie ist.
Es wäre nur deine Schuld, wenn sie so bleibt.
Glaub keinem, der dir sagt, dass du nichts verändern kannst.


Dan kenyataannya dunia berubah. Juga tentang 'nama'. Kalau seandainya penyanyi dangdut Inul-si goyang ngebor - hidup dijaman dulu dimana nama2 adalah masih dianggap keramat, dimana nama2 masih menunjukkan tingkat sosial seseorang, mungkin Inul yang sekarang sudah menjadi artis top, yang otomatis mampu menaikkan kelas sosialnya, akan mengganti namanya bukan 'Inul' mgkn menjadi 'Lina' atau menghilangkan nama Inul, maklum 'inul' oleh sebagian telinga kedengaran -ndeso- dan ndeso selalu diidentikkan dengan masyarakat kelas bawah. Untung jaman berubah, Inul ada dijaman sekarang dimana masyarakat sudah tdk begitu mengambil perbandingan lurus antara 'nama' dan kelas sosial.

Namanya Tuginah, kalau dulu mungkin nama seorang PRT di rumah pak lurah atau wedana atau dirumah orang-orang kaya lainnya atau penjual sayur yang keliling kerumah-rumah, atau penjual jamu yang siap melayani sopir-sopir truk biar kuat nyopir berkilo-kilo meter jauhnya, tapi dijaman sekarang nama Tuginah sudah menjadi hak penamaan untuk semua orang dari apapun kalangan. Tuginah pun sudah masuk internet, mungkin google atau yahoo lebih banyak menemukan nama Tuginah daripada nama anda-anda sendiri yang mungkin anda kira lebih 'punya kelas' dibanding Tuginah. Jaman sekarang Tuginah bisa jadi mulai dari PRT sampai madame Tuginah-seorang istri pejabat!: Tuginah pembantu salah seorang dosen Filsafat yang tidak lulus SD tapi bisa baca tulis bahkan masuk koran Kompas, maklum sebagai profesi seorang pembokat, notabene bacaannya dianggap lebih cocok adalah poskota atau tabloid gosip),namun Tuginah ini bacaannya kolom-kolom politik, hapal nama tokoh-tokoh politik walaupun ternyata pada akhirnya sang majikan menyadari bahwa Tuginah suka membaca kolom politik hanya semata-mata sedang mencari 'sebuah nama' yang cocok untuk keponakannya yang akan lahir. Mungkin Tuginah pembokat dosen Filsafat ini memandang nama-nama politikus dinegeri tercintanya indah-indah. Tuginah yang lain adalah pelayan restoran asal pelosok desa wilayah Gunung kidul yang akhirnya mampu menaikkan taraf hidup keluarganya karena disunting lelaki bule asal Australia dan menjadi beken di desa, menjadi pahlawan pengentasan kemiskinan keluarganya bahkan desanya. Tuginah ini dengan dollar australianya mampu menjadi sumber penghidupan keluarganya bahkan bisa jadi desanya. Tuginah yang lain adalah Madame Tuginah adalah istri diplomat asing, yang ikut berjasa dalam pendidikan anak miskin dengan yayasannya. Memang kenyataan tidak bisa dipungkiri, Tuginah-Tuginah masih dijumpai didominasi oleh masyarakat kelas sosial bawah atau minimal memiliki sejarah dunia kelas sosial bawah.

Namanya Tuginah, Tuginah yang satu ini adalah Tuginah benar-benar produk abad 21, produk jaman sekarang!! Tuginah yang satu ini tidak pernah punya history sebagai masyarakat sosial bawah. Kalau dirunut sampai tujuh turunan diatasnya pun, nenek moyangnya adalah keluarga kaya, bahkan turunan raja-raja dan senopati di Jawa. Dia adalah juga gadis kota, lahir dan besar di kota-Jakarta-dengan pendidikan luar negeri. Hampir separo lebih hidupnya dihabiskan di luar negeri, anak seorang diplomat dan pengusaha kaya, uang tidaklah masalah bagi keluarganya. Jarak Jakarta-Tokyo atau bahkan Jakarta-New York sudah layaknya seperti Jakarta-Bandung atau Jakarta-Surabaya. Tidak seperti halnya umumnya orang-orang kaya, Tuginah dengan rupa manis dan menarik, tapi dia tetap berpenampilan biasa-biasa saja, tidak latah bersolek, setiap hari kesalon, tidak latah selalu shoping di mall atau galerie-galerie, cukup di kios atau pasar baru, tidak latah pergi ke cafe-cafe, cukuplah ngopi atau ngeteh diwarung-warung kaki lima. Naik turun mobil mewah antar jemput sopir, juga bukan kebiasaannya. Mikrolet, bajaj dan bis kota lebih disukainya. Hidup di luar negeri puluhan tahun tidak merubahnya kulturnya menjadi 'orang asing', Tuginah tetap Tuginah dengan kultur Indonesia. Tuginah memang lain, seperti gadis-gadis yang hanya ada dalam mitos, menarik, charming, baik hati, supel, tdk sombong, kaya, dermawan lagi! Tuginah juga pintar disekolah walaupun tidak pernah juara kelas. Fasih 10 bahasa Jawa, Sunda, Batak, Osing, Madura, Indonesia, Inggris, Jerman, Perancis, Itali, namun lebih bangga dengan bahasa Indonesianya. Dia juga pintar main alat musik gitar , piano, juga gambang, kenong, pelok- sendro, selain itu olah raga pun dia lakoni, yang pasti lari dia jago, tapi yang dia suka adalah maraton. Enak bisa lari rame2, sehingga saking banyaknya orang yang lari, dan semuanya lari, maka seolah2 lari menjadi hal yang umum atau biasa dilakukan atau wajar, dan sebaliknya jika ada yg berjalan ditengah2 maraton ibaratnya dalam kondisi 'wajar' anda melihat dia berlari, begitulah selalu jawabnya ketika ditanya soal maraton, walau jawabannya cukup membingungkan org, Tuginah tdk peduli.

Tuginah sudah menginjak wanita matang, umur 35 th, masih single dan disukai banyak lelaki, justru bukan karena kecantikan atau kekayaannya, tapi karena dia begitu mudah berteman, enak diajak omong oleh siapa saja dan sepertinya selalu ada solusi utk sebuah masalah. Namun, begitu banyak lelaki yang justru akhirnya mundur teratur ketika tahu Tuginah yang sepertinya adalah seorang master, bisa apa saja, jago disegala bidang dan selain itu keluarganya yang kaya raya. Sebenarnya Tuginah sendiri tidak pernah menganggap dirinya berlebihan dan tdk menganggap teman2 lelakinya lebih dari sekedar teman. Jadi bagaimapun dia tidak pernah merasa patah hati ataupun membuat patah hati. Namun Tuginah juga bukan perempuan bodoh yang tidak bisa membedakan siapa teman sejati dan siapa teman2 yang oportunis. Walau begitu Tuginah tidak mau ambil peduli mengenai teman2 oportunisnya dan keputusannya adalah tetap berteman juga dengan mereka, rasanya dunia adalah surga kalau semua orang baik dan benar, begitu katanya selalu pada dirinya sendiri, dan Tuginah tidak pernah mau menganggap dunia adalah surga. Tuginah-katakanlah-berteman dengan siapa saja entah itu dengan bandit ataupun lakon.

Namanya Tuginah, dan dimanapun, dengan siapapun, kapanpun Tuginah tetaplah Tuginah anak gadis keluarga Rustamaji. Orang -orang sebenarnya pengen tahu-bagaimanapun juga- riwayat nama Tuginah, kenapa Pak Rustam (panggilan bapak Tuginah) menamai anak gadis semata wayangnya Tuginah. Padahal Pak Rustam adalah produk jaman dulu dimana 'nama masih menunjukkan kelas dan Pak Rustam semua orang tahu adalah dari kelas 'atas'. Namanya juga orang suka usil dan suka menggosip, krn tdk pernah menemukan jawaban yg diinginkannya, akhirnya orang2 membangun cerita sendiri tentang Pak Rustam, kalau Tuginah adalah: ada yang bilang nama bekas PRT keluarga besar Rustam, ada juga yang bilang bakul Jamu langganan Pak Rustam dll yang dijatuh-cinta-i oleh Pak Rustam. Demi mengenang pembantu atau siapapun itu dari kelas sosial bawah yang tercinta maka dinamailah anak gadisnya 'Tuginah'. Tidak ada cerita gosip yang beralur Tuginah adalah nama sekretaris executive Pak Rustam atau nama koleganya yang punya affair dengannya, anggapannya karena masyarakat dulu di jaman Pak Rustam muda, masih menganggap Tuginah adalah cocok untuk nama seorang pembokat daripada untuk seorang sekretaris. Mendengar selentingan atau gosip2 tersebut baik Pak maupun Bu Rustam tetap langgeng dan awet, rukun, sakinah, dan yang pasti tetap menghasilkan adik-adik Tuginah yang semuannya laki2 6 orang.

Namanya Tuginah, yang sejak dulu selalu merasa kewalahan membetulkan lidah teman2 atau kolega2 asingnya menyebut namanya. Oleh teman2 bulenya, Tuginah sering dipanggil Geena (baca:jina) syukur2 masih bisa menyebutnya Gina, minimal masih bisa membaca g sebagai ge, walau tidak sedikit pula yang memanggilnya Tuggy (baca: Tagi)- Tuggyna (baca: Tagina). Teman2 cina atau jepang nya memanggilnya Tucina, atau bahkan Tuzina yang membuat telinga Tuginah merasa risih karena seolah adalah kependekan dari 'Tukang zina' . Namun dengan sabar dia berusaha membenarkan lafat penyebutan namanya Toe-gie-nah , walaupun tetap susah bagi mereka utk melafatkan karakter h dibelakang namanya. Walau begitu Tuginah tetap tidak mau mengganti namanya menjadi Geena (seperti Geena Davis bintang holywood) atau Gina yg mengingatkan orang akan sicantik bintang italia Gina Lolo Brigida. Tuginah lebih memilih sabar mengajarkan cara menyebutkan namanya dan tetap dengan bangga menyadang nama pemberian orang tuanya.

Namanya Tuginah, dan kini benar2 nama itu hanya tinggal nama. Nama yang tertera pada batu nisan di TPU Kalibata: Tuginah, anak kami tercinta, lahir 10 Oktober 1969 meninggal 10 Oktober 2004. Tuginah meninggalkan orang-orang yang dicintai dan mencintainya 'hanya' akibat jatuh dari becak tepat di ultahnya yang ke 35 tahun. Orang memang tidak pernah bisa menyangka dan tahu kapan dan bagaimana dia meninggal. Walau Tuginah telah tiada namun setiap orang siapapun yang pernah mengenalnya masih mampu dan selalu mengingatnya, mengingat akan segala kebaikan, keceriaan, kedermawaan dan kebahagiannya dan akhirnya timbullah cerita pendek ini:D.

The moral of story, kebaikan seseorang lah yang akan membuatnya selalu diingat, bukan sebuah nama besar atau segala bentuk materi yang disandangnya. 'be yourself' to achiev your life! (ngono yak-ne hehehe)

Kiel, 12 September 2004